Pikiran Korup dan Kepemimpinan

oleh
oleh

LensaKita.co.id — Perang (jihad) yang paling besar dan berat adalah perang melawan hawa nafsu, Kekalahan melawan hawa nafsu muncul sebagai sifat keserakahan (greedy). Bentuknya bisa macam-macam : korupsi, penyalah gunaan wewenang atau amanah, kebohongan, manipulasi, mencuri, malpraktek penyelenggaraan pembangunan, penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), dsb. .

“Power tend to corrupt, absolute power corrupts absolutely” demikian seperti kata Lord Acton. Persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia (mungkin termasuk sebagian bangsa lain) adalah persoalan korupsi yang tidak sekedar korupsi material, tetapi sudah pada tahap pikiran yang korup (corruptive mind). Inilah tantangan yang dihadapi bangsa Indoensia.

Persoalan etika dan moral dalam penyelenggaraan negara, korupsi di berbagai sektor seperti pertambangan, perdagangan, bahkan dalam program sosial menunjukkan betapa nafsu yang serakah (greedy) sudah menjadi virus penyebab penyakit yang sulit untuk disembuhkan dan dikendalikan.

Sinergi antara akal sehat dan hati nurani yang bersih, serta nilai-nilai luhur bangsa semakin tergerus oleh penyakit serakah yang mewabah dalam sikap dan karakter oknum penyelenggara negara. Kondisi seperti ini dapat dikatakan sebagai satu kegagalan dalam “nation and character building”.

Pembangunan bangsa dan karakter yang memperkokoh ketahanan budaya sebagai benteng terakhir dalam perang modern.

Perang konvensional dengan mengirimkan pasukan militer ke wilayah negara lain sudah berubah bentuk menjadi perang modern dalam bentuk serangan mental-kultural untuk merubah cara pikir, cara kerja, dan cara hidup suatu bangsa.

Penindasan dalam bentuk fisik telah bertransformasi menjadi penindasan dan penjajahan yang bersifat mental-kultural (tata nilai). Kekuatan militer sudah bukan menjadi faktor utama untuk menguasai bangsa lain. atas bangsa lain cukup diwujudkan dalam bentuk pikirannya.

Mengendalikan “mindset” seseorang akan berlanjut dengan mengendalikan pola kerja dan pola hidup orang tersebut. Mindset yang sudah dikendalikan tersebut pada gilirannya akan masuk pada tahap selanjutnya yaitu “pengendalian budaya”, ataupun pengendalian mental-kultural terhadap suatu /bangsa.

Pengendalian mental-kultural tersebut ujung-ujungnya akan menyangkut penguasaan dalam pengelolaan sumber-sumber (resources) sebagai kekuatan modal untuk membangun dan memperkokoh hegemoni kekuasaan asing kedepan semakin mencengkeram siapapun nahkoda pemerintahannya.

“Mudah-mudahan hal seperti ini mendapat perhatian, tidak diabaikan. Ideologi “pragmatism” yang sekedar “Sinten angsal pinten” atau siapa dapat berapa perlu dikikis melalui bagi anak cucu.

Mekanisme NPWP (Nomer Pira Wani Pira) yang terjadi ketika harus diberantas. Korupsi harus menjadi musuh bersama seluruh rakyat. Anak cucu jangan sampai menjadi kurban akibat leluhurnya lalai dan abai budi pekerti (nation and character building).

Menghilangkan korupsi diyakini akan menambah potensi kapasitas untuk keluar dari middle income trap dan akan mengurangi kemiskinan.

Korupsi yang berkisar antara 10-30% dari APBN/APBD (asumsi kasar tingkat korupsi) merupakan dana yang luar biasa besar, walaupun APBN hanya berperan antara 16-18% Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk memberantas korupsi perlu keteladanan para pemimpin dan elit penyelenggara negara.

Faktor leadership ini sangat menentukan bagaimana perilaku terutama di era medsos yang sangat mudah menebarkan segala macam virus penyakit masyarakat.

Pemimpin harus mempunyai “niat baik” dalam menjalankan amanahnya. Niat baik yang dipengaruhi oleh kualitas mental-kultural akan menentukan kualitas amal perbuatan para penyelenggara negara.

Pendidikan budi pekerti untuk mewujudkan akhlakul karimah, harus dilakukan sedini mungkin dan masuk dalam kurikulum pendidikan.

Langkah-langkah pemberantasan dan pencegahan korupsi dimulai dari diri sendiri dengan mengendalikan syahwat kekuasaan ataupun nafsu penguasaan sumber-sumber dengan mengutamakan kepentingan umum/ masyarakat/ atau kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi, golongan, maupun kelompok.

Saatnya melibatkan partisipasi rakyat secara luas dalam upaya-upaya melawan korupsi. Pelibatan partisipasi rakyat secara luas sekaligus merupakan upaya menjaga iklim demokrasi yang berkeadilan.

Rakyat sebagai pembayar pajak mempunyai hak sekaligus peran agar yang rakyat digunakan sebijak mungkin dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara.

Upaya pemberantasan korupsi juga perlu dilakukan dengan menghilangkan peluang atau kesempatan untuk korupsi baik mulai proses perencanaan anggaran, pelaksanaan pembelanjaan anggaran, uang rakyat melalui APBN/APBD, serta pada tahap pengawasannya.

Seiring sejalan dengan langkah-langkah pemberantasan korupsi perlu disusun roadmap “nation and character building” untuk menyiapkan para kader bangsa untuk menyongsong masa depan peradaban bangsa yang semakin maju.

“Para kader yang jauh dari pikiran korup, pikiran yang diwarnai niat buruk yang mementingkan kepentingan pribadi, golongan, atau kelompok. Para kader penyelenggara negara yang mengutamakan kepentingan umum, kepentingan publik.

Penulis :
Rilis Prasetijono Widjojo MJ-25092024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.