LensaKita.co.id — Nahkoda kapal sudah berganti, bahtera-pun mulai berlayar di lautan luas menuju Indonesia Emas 2045, Membawa bangsa meraih cita-cita nasional mewujudkan harapan seluruh rakyat.
Menghadapi dahsyatnya gelombang globalisasi, memberantas pandemi korupsi, melawan intimidasi kekuatan oligarkhi, dan melibas para pengkhianat bangsa untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.
Kerja keras dan kerja cerdas harus segera dimulai dengan meninggalkan cara kerja “business as usual” apabila tidak ingin ketinggalan kereta dan tetap terperangkap dalam “middle income trap”.
Perubahan pemerintahan setiap lima tahun sering diikuti dengan perubahan struktur kabinet, awak kapal yang membantu nahkoda meraih tujuan sejalan dengan Visi dan Misi Presiden terpilih.
Visi dan Misi yang ditawarkan sebagai janji kampanye Presiden dan harus segera dijabarkan kedalam kebijakan dan program kongkrit Bersama Tim Presiden dalam Kabinet Merah Putih.
Berbagai perubahan dilakukan untuk memastikan janji-janji kampanye dapat terwujud dengan baik seraya menuntaskan warisan persoalan (carried over problems) pemerintahan sebelumnya. Perubahan, penyesuaian ataupun penyempurnaan organisasi harus dilakukan untuk memastikan semuanya bisa “on track” sesuai target dan sasaran yang telah ditetapkan.
Perubahan Kementerian/Lembaga (K/L) biasa dilakukan agar kebijakan dan program beserta target/sasaran.yang telah direncanakan dapat dicapai dengan baik. Perubahan organisasi K/L bisa menjadikan organisasi lebih ramping apabila ada penyederhanaan struktur organisasinya, atau menjadi lebih gemuk apabila ada penambahan jumlah K/L ataupun unit organisasi yang baru.
Penyempurnaan dan penambahan organisasi yang sudah ada, dapat berupa pemisahan/pemecahan kementerian yang sudah ada ataupun pembentukan organisasi baru. Penambahan ataupun pengurangan organisasi yang sudah ada tentunya ditetapkan sesuai dengan kebutuhan.
Nahkoda sudah mengatur barisan awak kapal “Kabinet Merah Putih” yang terdiri atas lebih dari 100 Menteri dan Wakil Menteri, ditambah para Kepala Badan, para Utusan Khusus Presiden (Special Envoys) untuk urusan tertentu, dan para Kepala Lembaga lainnya.
Semakin gemuknya organisasi dalam birokrasi sudah dapat dipastikan akan menambah kebutuhan anggaran serta keperluan SDMnya baik dalam jumlah maupun kualitasnya.
Selain biaya untuk dukungan sarana dan prasarana kantor, perlu dialokasikan pula anggaran untuk belanja pegawai termasuk didalamnya tunjangan jabatan sesuai pangkat dan golongannya. Struktur organisasi yang baru tentunya perlu diisi dengan sejumlah pimpinan maupun staf sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Pengisian SDM pada setiap jabatan eselon I dan II yang kosong dilakukan dengan proses seleksi melalui lelang jabatan. Untuk Kementerian/Lembaga (K/L) yang baru maupun yang dirubah struktur organisasinya diperlukan Keputusan Presiden (Keppres) atau Peraturan Presiden (Perpres) sebagai landasan hukum bagi pengalokasian anggaran pada organisasi yang berubah tersebut.
Keputusan atau Peraturan tentang Kementerian tersebut diperlukan sebagai dasar hukum untuk menetapkan rekening anggaran K/L dan pengalokasian anggaran K/L tersebut. Kabinet Merah Putih telah dikukuhkan melalui dua Perpres, yaitu: Perpres Nomor 139 Tahun 2024 Tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih Periode Tahun 2024-2029, dan Perpres Nomor 140 Tahun 2024 Tentang Organisasi Kementerian Negara pada tanggal 21 Oktober 2024.
Implikasi Restrukturisasi Organisasi Kementerian/Lembaga
Dalam UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara diatur bahwa “Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden bertugas sebagai adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan”.
Prinsip diterapkan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances, serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Sebagai pengelola kebijakan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas antara lain: (1) Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomim makro; (2) Menyusun Rancangan APBN dan Rancangan Perubahan APBN; (3) Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; (4) Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; (5) Melaksanakan fungsi bendahara umum negara; dan sebagainya.
Sementara itu sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), setiap K/L harus menyiapkan Rencana Strategis K/L yang dijabarkan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Presiden terpilih. RPJMN tersebut sudah harus tersusun paling lama 3 bulan setelah pelantikan.
Untuk pemerintahan Prabowo Subianto yang dilantik 20 Oktober 2024, RPJMN harus sudah ditetapkan 3 bulan setelah itu, tanggal 20 Januari 2024. Dengan adanya perubahan organisasi K/L maka diperlukan Keputusan atau Peraturan untuk menjabarkan tugas pokok dan fungsi organisasi yang baru atau uraian tentang job descriptions (uraian tugas) untuk masing-masing jabatan dalam struktur organisasi K/L, Badan atau Lembaga Non-KL yang terkait.
Perpres Nomor 139 dan 140 Tahun 2024 yang telah ditetapkan Presiden menjadi landasan hukum untuk menetapkan rekening anggaran K/L atau Lembaga lain sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan masing-masing dalam setiap Mata Anggaran Kegiatan (MAK).
Program dan Kegiatan masing-masing K/L merupakan penjabaran tahunan dari RPJMN yang merupakan rencana lima tahunan. Penjabaran tersebut dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) K/L sesuai agenda dan prioritas Presiden. RPJMN dari Presiden terpilih juga harus diuraikan dalam tahapan setiap tahun, yaitu ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebagai pedoman dalam penyusunan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahunan. K/L dan Lembaga-Lembaga Non-KL akan super-sibuk ketika Presiden telah menetapkan Perpres tentang RPJMN 2024-2029 pada bulan Januari 2025, RPJMN merupakan penjabaran dari Visi dan Misi Presiden terpilih yang ditawarkan ketika kampanye pemilu Presiden/Wakil Presiden.
Kesibukan ini utamanya karena adanya hal-hal penting yang harus diselesaikan pemerintahan baru, antara lain yaitu:
1. Presiden terpilih harus segera menetapkan Perpres RPJMN 2024-2029 tiga bulan setelah dilantik. RPJMN 2024-2029 merupakan penjabaran Visi dan Misi Presiden yang ditawarkan ketika kampanye Pilpres yang memuat Agenda Prioritas, Arah Kebijakan Pembangunan, sampai dengan Program dan Kegiatannya.
RPJMN memuat antara lain memuat kerangka ekonomi makro, arah kebijakan dan Strategi selama lima tahun, serta Sasaran, Indikator, dan Target yang terukur dalam target dan sasaran yang akan dicapai.
2. APBN 2025 yang telah disahkan DPR apabila perlu dapat diubah melalui mekanisme RAPBN-P 2025, dan hal ini harus mendapat persetujuan DPR. Mekanisme ini dimungkinkan untuk memberi kesempatan pemerintahan baru untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian sesuai RPJMN 2024-2029 yang baru saja ditetapkan.
Selain itu RAPBN 2025 yang sudah ditetapkan menjadi UU APBN 2025 pada dasarnya adalah usulan pemerintah sebelumnya dan dibahas dengan DPR periode 2019-2024, sehingga kemungkinan besar masih sarat dengan agenda dan prioritas pemerintah sebelumnya.
3. Nota Keuangan dan RAPBN 2026 juga harus dipersiapkan oleh pemerintah sebagai bahan pembahasan tahap awal antara pemerintah dengan DPR yang biasanya dilakukan di awal bulan Mei tahun berjalan.
Perencanaan tahun 2026 ini tentunya juga dirancang sesuai RPJMN 2024-2029. Konsistensi antara RAPBN (Rencana Tahunan) dan RPJMN (Rencana Lima Tahunan) menjadi sangat penting dan strategis untuk menjaga keberlanjutan kebijakan dan program pemerintah sesuai agenda prioritas dan arah kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan.
Disamping itu RPJMN dan RPJMD harus juga disusun dengan berpedoman pada RPJPN 2025-2045, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang telah ditetapkan dengan UU Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045. Undang-Undang yang ditetapkan pada periode DPR dan Pemerintah sebelumnya ini menjadi arah Pembangunan nasional selama 20 tahun kedepan.
4. Kegiatan yang sama sibuknya akan dialami oleh Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia. Para Kepala Daerah Terpilih (Gubernur, Bupati dan Wali Kota) bersama jajarannya juga harus menyiapkan RPJMD 2024-2029 dan RAPBD-P 2025 dan 2026 yang selanjutnya dibahas dengan DPRD.
Sementara Pemilihan Kepala Daerah baru akan dilaksanakan di bulan November 2024.
Berbagai Persoalan Substantif dan Administratif.
Pergantian pemerintahan periode lima tahunan ini mempunyai dampak yang cukup luas dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Persoalan Pembangunan nasional dapat dibagi menjadi dua kelompok penting, yaitu: (1) Persoalan substantif dan (2) Persoalan Administratif.
Persoalan substantif menyangkut bagaimana menjaga keberlanjutan pembangunan nasional antara tahap pembangunan tahunan, lima-tahunan, dan dua puluh tahunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Walaupun kontribusi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya berkisar antara 16-18%, hal ini tetap penting sebagai pertanggung jawaban pemerintah dan penyelenggara negara lainnya kepada seluruh rakyat yang telah memilih mereka.
Persoalan substantif ini selalu akan terjadi pada paska Pemilu Presiden/Wapres, Kepala Daerah/Wakil, serta DPR dan DPD terjadi setiap periode lima tahunan, yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Sehingga keberhasilan dalam hasil-hasil Pembangunan sesuai target dan sasaran yang ditetapkan merupakan indikator kinerja bagi penyelenggara negara yang harus dipertanggung-jawabkan kepada rakyat.
Adapun persoalan substantifnya antara lain adalah:
1. Sistem politik yang berlaku saat ini adalah sistem banyak partai (multi-party system) yang membuka peluang adanya dinamika perubahan dalam komponen partai-partai yang berkoalisi untuk mengusung Capres/Cawapres.
Partai-partai pengusung tidak dapat dipastikan akan permanen setiap pemilu lima tahunan.
Kelenturan perubahan antara oposisi dan koalisi sangatlah elastis dalam system poltik saat ini. Pada saat ini koalisi partai yang bersifat ideologis didominasi oleh koalisi yang bersifat pragmatis sesuai titik temu kepentingan dari masing-masing partai yang sepakat untuk berkoalisi.
Harus diakui bahwa dengan sistem multi-partai tersebut biaya pemilu untuk menegakkan demokrasi menjadi sangat mahal. Persoalan ini akan terulang setiap lima tahun terutama periode paska Pemilu.
2. Mahalnya penegakan demokrasi mendorong dan menyuburkan sistem politik yang bersifat transaksional, pragmatis, sesuai kepentingan parpol.
Sebagai akibatnya, Visi dan Misi yang sudah ditawarkan kepada rakyat ketika kampanye tidak mudah untuk direalisasikan karena harus mengakomodir banyak kepentingan, terutama kepentingan partai-partai koalisi. Bahkan posisi-posisi Menteri ataupun Pimpinan Lembaga Non-Kementerian bisa menjadi alat negosiasi untuk mengakomodir kepentingan partai koalisi.
Sebagai akibatnya koridor yang sudah digariskan dalam RPJPN 2025-2045 sulit dijaga keberlanjutannya, karena RPJMN lima tahunan akan cenderung “bias” kepada platform “janji kampanye” yang tertuang dalam Visi dan Misi Calon Presiden/Wakil Presiden. RPJMN yang ditetapkan Presiden cenderung bias kepada kekuasaan.
3. Profil kabinet yang disusun biasanya juga mengakomodir keterwakilan putra daerah, keterwakilan perempuan terkait kesetaraan gender, perwakilan komunitas tertentu, professional baik dari kelompok akademisi ataupun kelompok lainnya.
Kabinet akan berwarna-warni mencerminkan keterwakilan parpol koalisi maupun non-parpol, yang bisa simpatisan parpol ataupun murni professional.
4. Banyak persoalan yang bersifat “cross-cutting” yaitu bersifat lintas sektor, lintas wilayah, lintas institusi, lintas disiplin, maupun lintas generasi. Cross-cutting issues ini menuntut adanya koordinasi yang kuat, koordinasi yang dapat menyangkut hal-hal yang konsepsual maupun yang bersifat teknis.
Dalam Perpres Nomor 140 Tahun 2024, Menteri Koordinator mempunyai tugas untuk koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian (KSP) pelaksanaan program dan kegiatan K/L yang dikoordinasikan termasuk pengawalan program prioritas nasional dan kebijakan lain yang telah diputuskan oleh Presiden dalam Sidang Kabinet.
Para Menko tidak terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran terkait program dan kegiatan K/L yang dikoordinasikannya.
Mereka menerima matang hasil pembahasan antara K/L, Kementerian Keuangan, dan Bappenas dalam Trilateral Meeting. Padahal isu lintas yang ada tidak hanya bersifat lintas sektor ataupun K/L yang dikoordinasikannya, tetapi dapat pula bersifat lintas Menko yang artinya melibatkan K/L yang dikoordinasikan oleh Menko bidang yang lain.
Persoalan koordinasi ini dalam kenyataannya “mudah dikatakan, tetapi sulit dilaksanakan” sehingga hal ini harus mendapat perhatian serius para Menteri Koordinator.
Kondisi yang kompleks ini menyebabkan sulitnya mempunyai “zaken cabinet”, yaitu cabinet yang terdiri atas para ahli. Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo saat ini bukanlah Zaken Cabinet karena bukan terdiri atas professional yang non-partisan.
Kabinet Merah Putih adalah Kabinet Pelangi (Rainbow Cabinet) yang mengakomodir banyak pihak terutama kepentingan partai politik yang ada dalam koalisi. Walaupun masih ada para Menteri yang berasal dari professional. Sebagai akibatnya kondisi ini dihadapkan kepada risiko ‘gemuk”nya kabinet akibat sistem multi-partai dan untuk mengakomodir keterwakilan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Kabinet yang gemuk tentunya akan berdampak kepada besarnya kebutuhan anggaran.
Penambahan “volume” atau jumlah Kementerian/Lembaga juga mempunyai berbagai implikasi administratif, antara lain yaitu:
1. Walaupun Perpres Tentang Kementerian/Lembaga telah ditetapkan, masih banyak hal-hal yang harus ditindak-lanjuti. Keterlambatan kerja K/L karena proses yang memakan waktu penyusunan Renstra K/L serta Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL).
“Apabila pembahasan dengan DPR berlangsung lama maka pelaksanaan program dan kegiatanpun akan mundur. Hal ini memerlukan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR untuk bisa mempercepat proses mekanisme pembahasan anggaran RAPBN-P 2025 dan RAPBN 2026.
2. Adanya perbedaan periode antara tahun fiskal (April-Maret) dengan periode anggaran (Januari-Desember) berpotensi kepada keterbatasan ketersediaan anggaran pada awal tahun kalender.
Pembayar pajak diberi kesempatan membayar pajak sampai akhir bulan Maret tahun berjalan, sehingga pada bulan Januari-Februari pendapatan negara dari pemasukan pajak belum sepenuhnya tercapai. Keterbatasan anggaran ini akan mengurangi kecepatan K/L untuk menjalankan program dan kegiatannya yang sebagian besar pengadaan barang dan jasanya juga harus dilakukan melalui lelang.
3. Pengisian kebutuhan SDM untuk jabatan-jabatan Kementerian baru membutuhkan proses rekrutment melalui lelang jabatan oleh Panitia Seleksi (Pansel). Mekanisme lelang jabatan ini juga memerlukan waktu yang lebih dari satu atau bulan sampai dengan pelantikan para pejabatnya. Kekosongan ini dapat diisi dengan menetapkan Pelaksana Tugas (Plt) pada jabatan tertentu yang bersifat sementara. Kelemahannya adalah Plt tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan hal-hal yang bersifat strategis. Kondisi ini tentunya akan memperlambat kinerja K/L terkait.
4. Kabinet yang “gemuk” membutuhkan dukungan sarana dan prasarana seperti perkantoran termasuk alat-alat kantornya, kendaraan dinas, serta dukungan lainnya. Dengan telah ditetapkannya Perpres Nomor 139 dan 140 Tahun 2024, tentunya pelaksanaan Program dan Kegiatan K/L seharusnya sudah bisa bergerak lebih cepat.
5. Perubahan organisasi K/L juga berpengaruh kepada mitra kerja K/L di DPR, yaitu Komisi di DPR yang akan menjadi mitra ketika rapat kerja dengan pemerintah.
Begitu banyaknya persoalan paska pelantikan Presiden dan ewakil Presiden menuntut kerja yang cerdas, cepat, dan keras, tidak bekerja secara “business as usual”. Persoalan yang Sebagian besar bersifat lintas (cross cutting) harus didukung dengan koordinasi yang kuat dan tegas agar pelaksanaan kebijakn, program, dan kegiatan pemerintah dapat efektif dalam mencapai target dan sasaran yang telah ditetapkan. Zaken Kabinet nampaknya sulit untuk disusun karena kondisi yang kompleks baik dalam persoalan dan tantangan yang dihadapi maupun dalam sistem politik yang berlaku. Kabinet Merah Putih yang dibentuk oleh Presiden Prabowo bukan merupakan Kabinet Zaken karena harus mengakomodir banyak pihak terutama partai politik. Jumlah Menteri dan Wakil Menteri yang lebih dari 100 mengindikasikan sulitnya membentuk kabinet yang ramping. Bagaimanapun kondisinya nahkoda bahtera Indonesia dengan Kabinet Merah Putihnya harus mampu menjadi suri tauladan bagi seluruh rakyat, sebagai pembina dan penuntun bagi para awak kapal yang membantunya berlayar mengarungi lautan, terbang melintasi dirgantara, dan bergerak dalam satu barisan yang tertata, menuju Indonesia Emas 2045. Nahkoda bahtera Indonesia bersama-sama seluruh rakyat harus mampu bergerak bersama seluruh komponen bangsa mewujudkan negara Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur.**
Penulis : Rilis Prasetijono Widjojo MJ