LensaKita.co.id — Guna meraup keuntungan dan memperkaya diri sendiri serta kelompoknya,Kepsek SDN 37 Karya Indah KM 6 Tapung diduga memaksa para siswa untuk membeli LKS.
Kewajiban membeli LKS ditempat yang ditentukan pihak sekolah ini diduga bertujuan agar pihak sekolah bisa mendapatkan keuntungan yang mencapai lebih dari 50% dari harga jual LKS.Bahkan demi memuluskan langkah tersebut,Kepsek 037 diduga mengajak oknum wartawan berinisial AS untuk jadi backing atau tameng.
Sungguh sebuah kolaborasi yang sangat komplit agar tindakan pungli yang dijalankan bisa mulus.Bahkan guna memberikan ketenangan dan kesenangan bagi oknum wartawan ini juga mendapat bagian dari uang penjualan LKS tersebut.
Menurut informasi dilapangan,oknum As ini akan mendapat minimal Rp.1000 per buku yang terjual(1 Paket terdiri dari 10 buku), Mereka seakan akan kini jadi lintah yang tega menghisap darah dan keringat orang tua siswa.Jutaan rupiah mengalir lancar masuk ke kantong pribadi dari tangisan orang tua saat mengeluarkan uang saat membeli LKS.
Seperti kita ketahui bersama dalam peraturan menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 2 tahun 2008 tentang Buku dimana dalam pasal (11) jelas melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku Kepada siswa.Selain itu dalam Undang-Undang No.3 Tahun 2017 juga telah mengatur sistem Perbukuan, tata kelola Perbukuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku.
Seharusnya jika menilik dari aturan tersebut maka buku pegangan siswa berasal dari sekolah dan diberikan secara gratis, karena disubsidi pemerintah melalui Dana Bantuan Operasional (BOS).Jika pun siswa ingin membeli buku pegangan lain maka diberi kebebasan bagi siswa untuk membeli buku tanpa ditentukan tempat dan merk buku.
Modus dari pihak sekolah Buku LKS tidak diperjual belikan di sekolah, Siswa diduga di wajib membeli LKS, namun tidak disekolah.
Orangtua siswa beli LKS di toko atau rumah yang telah ditentukan oleh pihak sekolah, Hal ini disampaikan langsung oleh salah seorang wali murid yang tak ingin namanya disebut.
“Memasuki awal semester genap kemarin,guru SDN 37 mengintruksikan para siswa untuk dapat membeli LKS demi kebutuhan pelajaran.Setiap siswa harus memiliki karena tugas tugas berasal dari sana.Jadi bagi yang tidak memiliki maka tidak akan bisa mengerjakan tugasnya,ujar salah seorang wali murid.
“Sebenarnya kami tidak keberatan soal beli buku LKS, Hanya saja kami bisa membeli bebas buku tersebut.Bukan beli ditempat yang ditentukan pihak sekolah.
Hal ini karena buku LKS yang dijual disekolah lebih dari dua kali lipat jika dibeli diluar, Padahal penerbit yang sama.Selain itu janganlah terlalu dipaksa buru buru belinya.Macam kejar target saja.
“Kenapa sepertinya LKS yang jadi pegangan dalam pembelajaran, Bukankah buku pegangan lain juga ada.Kenapa tugas tidak dari sana diberikan,Kenapa mesti LKS saja yang jadi tugas siswa.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa guru cari jalan mudah saja dalam mengajar, LKS sudah ada lembaran tugas jadi guru tak perlu repot-repot membuat soal.Sehingga mereka bisa lebih banyak santai.”
Mendapat info tersebut awak media coba melakukan investigasi ke SDN 037 Karya Indah KM 6.Dari hasil investasi media ditemukan ada kongkalikong antara distributor dengan kepala sekolah dan juga tenaga pengajar atau guru disekolah, Informasi ini disampaikan oleh AD saat awak media melakukan investigasi.
“Memang di SDN 037 Karya Indah telah ada kesepakatan dan komitmen antara Distributor,Kepsek dan guru supaya mewajibkan siswa untuk membeli buku dengan penerbit tertentu.
Lokasi penjualnya pun sudah ditetapkan.Bahkan nama nama siswa dari seluruh kelas telah ada ditangan penjual buku, Siswa yang membeli akan dicatat nama dan kelasnya,”
hal itu patut dipertanyakan karena tugas dan fungsi seorang guru adalah mengajar di lembaga pendidikan, dan sekolah adalah tempat proses belajar dan mengajar bukan tempatnya mencari keuntungan pribadi dan kelompok.
Pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan “Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan dan pendidikan menengah”.Begitu juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Larangan jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) disekolah telah di atur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud ristek).
Langkah ini dilakukan pemerintah untuk memastikan penerapannya di seluruh satuan pendidikan.
Berikut adalah tinjauan peraturan yang mengatur larangan tersebut:
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pasal 181a: Melarang pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, untuk menjual buku pelajaran, LKS, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, seragam sekolah atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan.
Larangan ini ditujukan untuk mencegah adanya praktik komersialisasi di lingkungan pendidikan yang dapat membebani siswa dan orang tua.
Meskipun telah ada aturan yang jelas dan tegas,tapi hal ini seperti tidak berlaku kepada sekolah SD Negeri 037 Karya Indah Kecamatan Tapung kabupaten Kampar Propinsi Riau, Kepsek dengan lancang mengangkangi aturan yang telah dibuat pemerintah.
Kelancangan dan keberanian kepsek menabrak aturan karena diduga di backup oleh oknum wartawan AS.
Jadi kepsek merasa dengan adanya As maka tidak akan bisa tersentuh hukum.Pungutan liar yang telah terjadi seakan akan bisa di backup oleh oknum wartawan ini.
Padahal bukan hanya kepsek,oknum wartawan ini juga bisa terjerat pidana pungutan liar yang telah menyebabkan harga buku jadi melonjak cukup signifikan.Tentu siapa pun tak akan bisa terlepas dari jerat hukum apabila melanggar aturan,”Hal ini seharusnya jadi pertimbangan dari Kepsek 037 Karya Indah.
Begitu banyak aturan yang telah ditabrak oleh kolaborasi antara Kepsek,guru, distributor dan oknum wartawan ini.Sepertinya merekalah penentu kebijakan disekolah dan tak mau libatkan komite sekolah.
Komite seakan akan tidak ada.Seharusnya komite sekolah diadakan untuk ikut berperan dalam mengambil arah kebijakan sekolah.ini sesuai dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2020 tentang Komite Sekolah Pasal 12a:
Padahal Aturan tersebut untuk mengukuhkan larangan serupa pada pihak yang memiliki peran dalam pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan di sekolah, sehingga tidak ada celah untuk praktik jual beli yang tidak sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
Dengan adanya peraturan yang jelas ini, diharapkan seluruh pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan dapat mematuhinya dan berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan tanpa memberatkan siswa dan orang tua dengan biaya tambahan yang tidak perlu.
“Selanjutnya awak media mencoba konfirmasi kepada kepala sekolah namun sampai saat ini belum ada jawaban sampai berita ini di tayangkan oleh redaksi.Tidak adanya jawaban kepsek ini memperkuat kebungkaman dari Kepsek SDN 37 Karya Indah Tapung.
Keresahan dari para Siswa dan orang tuanya seharusnya bisa jadi pintu masuk bagi Aparat Penegak hukum untuk menegakan hukum yang berlaku.Sebab telah terjadi pemufakatan jahat di SDN 37 Karya Indah yang dilakukan oleh beberapa orang.
Selain pemufakatan jahat,disana juga telah terjadi pungli dan juga penyalahgunaan wewenang oleh Kepsek demi memuluskan tujuannya agar mendapat pundi pundi melimpah untuk dirinya dan kelompoknya.
“Sudah saatnya APH bisa melakukan penyelidikan atas beberapa dugaan pelanggaran tersebut.**
Penulis : Erianto