LensaKita.co.id — Pengerjaan turap tahun anggaran tahun 2023 di Desa Sering Kecamatan Pelalawan Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau kini menyisakan berbagai persoalan, Bahkan akibat proyek yang tidak tuntas tersebut kini telah membuat tebing sepanjang 3 aliran sungai menjadi longsor.
Akibatyang ditimbulkan telah membuat kekuatiran bagi masyarakat karena luas tebing kini jadi berkurang dan sering menyebabkan abrasi.
Kekuatiran ini juga disampaikan langsung oleh salah seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya, Menurutnya sebelum ada pengerjaan turan tanah disini tidak pernah turun begitu drastis.
“Saya sudah lama tinggal disekitar sungai ini.Sungai inilah yang menjadi jalan hidup bagi saya dan keluarga.Meskipun setiap tahun daerah ini langganan banjir namun tidak membuat kondisi seperti sekarang, Dimana tanah turun secara luas diberbagai tempat,”ujarnya.
“Sebenarnya kami cukup senang dengan adanya pembangunan turap didaerah kami, Apalagi pembangunan turap ini merupakan usulan dari masyarakat desa Sering.
“Keberadaanturap ini sangat penting untuk mengurangi proses abrasi sungai, Sehingga tanah yang ada tidak semakin menyempit,”lanjutnya.
“Hanya saja setelah beberapa bulan dikerjakan pada tahun 2023 proyek tersebut menjadi terbengkalai.Kondisi ini makin memperparah keadaan yang ada.Tanah tanah disepanjang aliran sungai jadi longsor.
Longsortersebut telah meruntuhkan begitu luas area tebing.Kami merasa bahwa pengerjaan ini tidak diperhitungkan dengan matang atau dengan kata lain proyek ini seperti tanpa perencanaan dan asal jadi.”
Untuk lebih mengetahui persoalan sebenarnya,awak media coba untuk mengkonfirmasi hal tersebut pada Dinas PUPR Pelalawan.”Disana awak media dijumpai langsung oleh Kabid Sumber Daya Air Bapak Latif bersama kasinya.Saat itu pak Latif membenarkan bahwa proyek Turap tersebut telah dihentikan akibat kondisi alam.
“Proyek tersebut berawal dari proposal yang masuk ke Dinas PUPR pada tahun 2022, Dimana usulan tersebut berasal dari desa karena kondisi semenisasi telah mulai habis tanah dibawahnya meskipun semenisasi belum patah.
Dari usulan itu PUPR lalu memasukan dalam anggaran 2023 perencanaan dan fisik karena darurat,”ujar Latif.
“Pengerjaan turap dimulai pada bulan Agustus 2023.Kontrak selama 180 hari kalender, Namun ditengah perjalanan tepatnya pada bulan November terjadi banjir cukup besar dan lama sehingga proyek dihentikan karena kondisi arus sungai dan tanah disepanjang sungai sudah berbeda dari awal.
Proyekyang telah berjalan selama 4 bulan atau sebulan menjelang akhir tahun telah tuntas sebanyak 45%.Usulan penghentian ini juga disampaikan langsung oleh ahli,”ujarnya.
Apa yang disampaikan oleh Kabid SDA ini sungguh sesuatu yang aneh atau dengan kata lain bahwa dirinya tidak menguasai persoalan proyek tersebut.
Sebab jelas jelas dalam pengumuman proyek kontrak tersebut dimulai pada tanggal 07 Juli 2023 dan akan berlangsung selama 180 hari kalender atau tepatnya akan berakhir pada akhir Desember.
“Jika proyek baru dimulai Agustus maka sudah bisa dipastikan bahwa pengerjaan 180 kalender akan melewati dari tahun anggaran 2023, Sehingga pengerjaan yang diluar tahun anggaran akan menyalahi aturan.
Jikapersoalan kecil dan jelas tersebut saja, Kabid tidak menguasai bagaimana dengan persoalan yang akan dihadapi dilapangan.
Saat awak media coba mempertanyakan soal proyek yang tidak ada perencanaan matang dan tidak sesuai spesifikasi, Kabid SDA membantah dengan tegas.
“Kalau soal perencanaan itu telah dilakukan dari awal proyek.Memang yang melakukan perencanaan dan penelitian bukan ahli yang melarang untuk melanjutkan proyek.
Ahliyang kami gunakan beda dengan ahli yang saat ini melarang untuk melanjutkan.Jadi kami bisa pastikan bahwa itu telah melalui perencanaan dari awal,”tambahnya.
“Jika saja saat itu banjir tidak terjadi maka kami pastikan bahwa proyek tersebut bisa tuntas.Meskipun waktu yang tersedia cuma sebulan dan realisasi baru 45 persen.Asal sudah di cor dan juga di pasang pancang maka persentase akan bisa tercapai dengan cepat.
Namunbagaimana lagi,kita tak bisa menentang alam, Kondisi banjir saat itu sangat parah dan berlangsung sampai 4 bulan maka terpaksa kami hentikan,karena kontrak telah habis tapi banjir belum usai.
“Apalagi menurut ahli bahwa kondisi tanah sudah berbeda dari kondisi awal proyek,begitu juga kondisi arus yang telah berbeda.
Alasan ahli yang digunakan saat perencanaan dan ahli yang menyuruh proyek dihentikan juga sebuah hal yang cukup menggelitik.Proyek tersebut dikerjakan di sebuah kondisi aliran sungai.
Seharusnyadari awal juga PUPR telah mendatangkan ahli dalam bidang aliran sungai,pola sungai serta ahli struktur tanah.Jika dari awal PUPR mau memakai jasa mereka maka tidak ada anggaran negara yang terbuang percuma bahkan mendekati setengah milyar.
Jika alasan banjir yang jadi penyebab maka itu adalah alasan klise, sebab daerah proyek tersebut adalah daerah rawan banjir yang akan selalu terjadi banjir setiap tahunnya.Inj juga sebuah indikasi bahwa benar tidak adanya perencanaan matang dalam proyek tersebut.
Untuk anggaran yang masih tersisa telah dikembalikan pada kas daerah.Anggaran tersebut telah dijadikan Silpa.Sebab anggaran yang belum digunakan maka sesuai aturan harus dikembalikan.
Apa yang terjadi dari proyek Turap di desa Sering merupakan sebuah pembelajaran bagi kita bersama.Proyek yang diduga tanpa perencanaan matang dan asal ada kegiatan maka akan menjadi sebuah proyek yang mubazir dan amburadul.Proyek yang hanya membuang percuma anggaran negara.
Sebuahproyek yang bukannya membuat senang masyarakat tapi proyek yang menjadikan penderita masyarakat semakin dalam, Mereka yang dulu bergantung hidup dari aliran sungai kini menjadi risau,takut suatu saat runtuhan tersebut sampai pada lokasi rumah mereka.
Selain itu runtuhan yang terjadi telah buat ekosistem sungai disekitar turap menjadi rusak dan juga mengganggu pada mata pencarian masyarakat setempat.**
Penulis : Hendri Pengestu
Editor : Amrizal