Selamat, 100 Tahun Ibu Meriyati Hoegeng, The Living Legend !

oleh -98 Dilihat
oleh

LensaKita.co.id — Saat bertemu Ibu Meri Hoegeng, istri almarhum mantan Kepala Kepolisian /Kapolri Jenderal Hoegeng, kesan pertama saya adalah seorang perempuan dengan kemantapan sikap dan keramahan yang tulus. Senin, 23 Juni 2025 ini, genap sudah usianya satu abad, 100 tahun. Selain pencapaian usia yang istimewa, Ibu Meri Hoegeng adalah pribadi yang sungguh luar biasa.

Beberapa waktu lalu saat berkunjung ke rumahnya, Ibu Meri masih sangat terang dan fasih bercerita tentang pengalamannya dimasa lalu.

Semua keingintahuan kami yang muda ini dijawab dengan jelas. Sikap _caring_ dan _nurturing_ seorang Ibu yang tidak pupus dalam derap waktu terlihat misalnya saat beliau memastikan bahwa kudapan yang dihidangkan sudah dimakan dan bertanya apakah dibutuhkan sesuatu lagi.

Ibu Meri Hoegeng sudah lebih dahulu melihat matahari dibanding sebagian besar dari kita. Dari gurat-gurat wajahnya tercermin perjuangan satu abad yang telah dilakoni dan sebagiannya bersama Pak Hoegeng.

Ibu Meri lahir dimasa semangat kebangkitan nasional tengah bergolak di bumi Nusantara. Saat anak-anak bangsa dari berbagai suku bangsa bergerak bersama untuk bebas dari penjajahan dan mencapai Indonesia yang merdeka, bersatu dan bermartabat.

Sosok keluarga Pak Hoegeng dan Ibu Meri memberi harapan bahwa pemimpin jujur, berani dan berbudi luhur itu masih ada. Ibu Meri adalah bukti kekuatan seorang istri yang membuat suaminya tetap ajeg pada nilai-nilai kejujuran, kebaikan dan keberanian menegakkan kebenaran. Keluarga ini sudah berhasil lulus dari berbagai cobaan dan godaan duniawi.

Mereka pantang menikmati sesuatu yang bukan haknya, Mereka dengan tegas menolak pemberian yang tidak jelas meskipun sedang berada dalam kesulitan. Jenderal Hoegeng dan keluarganya tidak tersilaukan gemerlap dunia meskipun kekuasaan berada di tangan.

Dengan kuasa sebagai Kapolri di tangan, Jenderal Hoegeng bisa saja mengambil keuntungan untuk pribadi jika mau. Korupsi, kolusi dan manipulasi sangat mungkin untuk dilakukan. Tetapi Jenderal Hoegeng dan Ibu Meri bersepakat bahwa mereka akan tetap berada di jalan yang lurus.

Jenderal Hoegeng yang bernama lengkap Hoegeng Iman Santoso bahkan tidak pernah menggunakan nama belakangnya “Iman Santoso” karena merasa belum pantas menyandang nama tersebut sebelum bisa membuktikan keimanannya “Sentosa” sampai akhir hayat. Dan beliau berhasil! Di batu nisan Jenderal Hoegeng bertuliskan, “Alhamdulilah, telah kubuktikan bahwa imanku benar-benar Sentosa”.

Betapa luar biasa dan terberkatinya hidup almarhum Jenderal Hoegeng, Ibu Mery dan anak-anak mereka. Keluarga Pak Hoegeng dan Ibu Meri menguatkan keyakinan pribadi saya untuk selalu berusaha hidup dengan kejujuran, keluhuran martabat dan pengabdian tanpa lelah untuk kemanusiaan, peradaban, bangsa dan negara. Sekali berarti sesudah itu mati!

Berapa banyak tokoh dengan keteladanan semacam itu yang Indonesia miliki saat ini? Ada sesuatu yang menggelitik. Saat saya ke Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu, di ruangan-ruangan Polda Metro Jaya sampai tempat parkiran, terdapat poster Jenderal Hoegeng disertai kutipan agar bersih.

“Saya bertanya-tanya, Jenderal Hoegeng menjadi dan kemudian menjabat Kapolri antara tahun 1968-1971. Sudah lebih dari 50 tahun yang lalu! Mengapa poster-poster keteladanan yang dipasang di Polda Metro Jaya tentang polisi bersih hanya Jenderal Hoegeng? Bagaimana dengan tokoh-tokoh polisi lainnya? Teringat Almarhum Gus Dur pernah berkata bahwa hanya ada 3 polisi jujur di Indonesia, yaitu: polisi tidur, patung polisi dan Hoegeng. Benarkah demikian?

 

 

 

Sumber : Pande K. Trimayuni*, Ketua FOKAL UI dan Sekjen Ikatan Cendekiawan Hindu Indonesia

No More Posts Available.

No more pages to load.